Usaha Mikro Syariah memang yang Terbaik

Perkenalkan saya Fitrullah, berprofesi sebagai Dosen di salah satu PTN di Banten. Oh ya, bicara tentang usaha syariah awalnya memang tidak sengaja…
Ceritanya begini;
Ketika istri diumumkan diterima kuliah lagi (S-2) di salah satu PTN di Depok, he2…rupanya bayaran awalnya hampir 20-an jt dan kondisi memang lagi ga punya doku. Awalnya mo minta bantuan pinjam koperasi, rupanye belum cair dari Bank BJB-nya. Mikir-mikir mo pinjam ke saudara, malu…terpaksa jual tanah-lah…..

eh ada makelar yang datang dengan harga lumayan-lah, yang penting buat dia sisanya….siiip, ok-lah…asal kuliah istri lanjut terus…Alhamdulillah, Ya Allah Engkau memang Mahakuasa…!
Terus, sisa uangnya buat apa…yang pasti buat bayar utang…eiit, tapi nanti dulu-lah (kebetulan utang banyak sama teman, dan mereka kyknya mungkin masih butuh ga butuh-lah soalnya pada kondisi mereka seperti kapal tanker tidak goyang diterpa ombak besar sekalipun…he2 mereka mapan-mapan…dan mudah2an Allah yang Mahakaya tetap memberikan kecukupan buat teman2 saya tersebut…amin yra…!), sehingga sisanya buat modal usaha aja-lah.
Awalnya bingung, tapi melihat kondisi perkampungan tempat saya tinggal memang miris banget…rata-rata mereka kerja buruh harian, ada yang beruntung bisa jadi satpam atau driver di KS (Krakatau Steel), dengan level pendidikan hanya tamat SD atau Tsanawiyah atau pesantren tradisional, kebanyakan ga sekolah. Dan yang paling hebat di kampung ini adalah praktek rentenir yang meraja lela, sampai menyentuh para keluarga Kiyai. Sebagai contoh, ada oknum istri kiyai yang meminjamkan modal 3 juta harus balik 3,5jt dalam waktu sebulan; atau praktek2 sejenis yang bisa dikatakan sebagai “ribawi”. Warung-warung akan dilirik kalau bisa diutangi, sehingga perputarannya macet. (Oh ya kebetulan di sini belum masuk Indomaret dan Alfamart). Tukang beras menjual beras juga dengan cara utang piutang, ambil dulu beras yang 25 kg (seperempat Kwital) terus bayar bulan berikutnya, adakalanya lunas tapi lebih banyak hanya separoh, sehingga dari segi perekonomian “mati suri”. Hanya pasar kaget Selasa-Jumat yang pembayaran cash, intinya hampir seluruh transaksi merupakan utang-piutang, sehingga bisa diperkirakan akibatnya kayak apa utk usaha ke depannya….MATI….!!!
Bersama dengan kondisi ini, ada beberapa pedagang yang berdagang di pasar baik di pasar Kranggot Cilegon maupun di Bojonegara Serang; tapi terkendala modal usaha sehingga sulit berkembang. Menghadapi ini, sebagian mereka meminjam di Bank (rata2 BRI) dan ada juga lewat rentenir; akan tetapi kalau pun sudah cair uangnya digunakan buat rehab rumah, keramik lantai, plafon, dll (hy sedikit buat usaha)… Sehingga mereka ini “tidak berkembang” besar, padahal peluangnya sangat besar.
Sisi lainnya, masyarakat yang agamis kultural dengan perayaan seremonial yang sangat banyak; cenderung ke arah budaya pemborosan yg terstruktur dan masiv. Ini terlihat dari perayaan maulid nabi yang sangat besar dan memakan anggaran yang sangat banyak.
Kesimpulannya, kehidupan ekonomi masyarakat mati karena utang-piutang yg tidak lancar serta kekurangan modal untuk mengembangkan diri menjadi “besar”, banyak rentenir & meraja lela; namun masyarakatnya sangat memiliki rasa spiritual tinggi sehingga kejujuran dan kehormatan masih menjadi “pegangan utama” dalam hidup mereka sehari-hari…

Oh ya…sampe lupa, lho dimana usaha syariahnya..?????

Begini usaha syariahnya…karena rata-rata pedagang di sini relatif jujur-jujur di banding di kota-kota besar; usaha yang saya jalanin adalah “MUSYARAKAT MUDHOROBAH” artinya beri modal ke pedagang kecil supaya terlepas dari rentenir; dengan mengajarkan bahwa cash lebih baik daripada diutangin, putaran cepat walaupun margin tipis akan jauh lebih baik daripada putaran lambat dengan margin yang lebih besar. Kemudian keuntungan dibagi pemodal 1/5 sedangkan 4/5 untuk pedagang. Nah, gimana aksinya…?

Pertama-tama saya mendatangi tukang bumbu dapur (misalnya saja namanya Titin)..si Titin ini saya tanya:
1. Omzet-nya berapa,
2. Frekuensi berapa kali ke pasar (tiap hari atau berapa kali seminggu),
3. Modal Awal
4. Keuntungan rata-rata
Jawaban si Titin dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah:
1. 800rb – 1,2jt
2. Setiap hari (kadang 1x seminggu istirahat)
3. 2,5juta
4. 80rb – 120rb
Dari jawaban pertanyaan di atas, bisa kita “perkirakan” berapa kira2 modal yang bisa saya beri (maksimum di awal 3jt). Pikiran saya yang sederhana. kalau omzetnya 1jt-an maka harus ada stok barang di warung 2x omset supaya order belanja lagi setiap 2-3 hari sekali. sehingga rumus bego saya adalah omzet dikali 3 = 3jt…hehehehe, ini rumus2an doank kok…bisa berubah-ubah tergantung kebijakan masing-masing.

Lanjut….Kemudian saya menawarkan modal 3jt itu ke Titin, dengan peraturan bahwa keuntungan harus disetor setiap minggu dimana pedagang harus menyisihkan keuntungan tiap hari ke sebuah amplop. Dan modal harus dilaporkan ke Bank setiap bulan. Sebagai contoh: misalnya ada untuk 100rb per hari maka pedagang menyisihkan 1/5 x 100rb = 20rb. Kalau full 7 hari dagang berarti setoran keuntungan 1 x seminggu adalah 7 x 20rb = 140rb.
Kenapa harus diambil mingguan? Supaya pedagangnya ga berat hati-nye karena akumulasi sebulan adalah 4 x 140rb = 560rb…!!! (Besar banget, dari modal yang kita beri) nanti justru tidak sustain (berlanjut)…hehehehe

si Titin adalah salah satu contoh dari beberapa pedagang kecil yang sy beri modal. Untuk modal 3 jt dan setiap bulan dapat 500rb-an, menurut saya yang ga ngerti ilmu ekonomi adalah sangat besar banget…karena kalau uang tersebut di depositokan di Bank, paling sebulannya dapat berapa???

Berikut modal dan keuntungan mingguan dari Usaha Syariah ini:
1. Pak Marzuki (Pedagang Ikan); Modal 7 jt; keuntungan harian 150rb, seminggu 900rb buat pemodal 1/5 = 180rb, sebulan 720rb
2. Ibu Hasbiah (Pedangan Sayuran dan bumbu); modal 3 jt; keuntungna harian = 50rb; seminggu 350rb; untuk pemodal 1/5 x 350rb = 70rbl sehingga sebulan 280rb.
3. dll

Jadi rata-rata keuntungan yang didapat dari usaha syariah ini adalah di angka 7-10% per bulan dari modal yang berputar….!!! (

Beberapa kelemahan usaha ini:
1. Suistanable –> karena ujungnya pedagang akan mandiri sehingga cenderung tidak kerjasama lagi, karena dalam waktu sekitar 6 bulan dia sudah punya modal sendiri dari pembagian keuntungan
2. Rawan Penipuan –> Kalau tidak kenal benar pedagangnya, bisa jadi objek penipuan
3. Wajib setor modal –> Pedagang kesulitan, karena masih dalam bentuk barang.

(Cilegon, 28/10/2014)